PENGELOLAAN ARSIP STATIS

Konsep Pengelolaan Arsip Statis

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan mengamanatkan bahwa lembaga kearsipan nasional/ANRI, lembaga kearsipan provinsi, lembaga kearsipan kabupaten/kota, serta lembaga kearsipan perguruan tinggi negeri wajib melaksanakan pengelolaan arsip statis yang diperoleh dari lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan. Arsip statis sebagai memori kolektif dan identitas bangsa yang disimpan pada lembaga kearsipan harus dikelola dengan baik agar dapat bertahan lama atau lestari sehingga senantiasa dapat digunakan oleh publik untuk berbagai kepentingan, seperti penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, serta penyebaran informasi. Pengelolaan arsip statis dari lembaga kearsipan sesuai wilayah kewenangannya tersebut dilaksanakan melalui kegiatan akuisisi, pengolahan, preservasi, dan akses arsip statis yang bertujuan menjamin keselamatan arsip statis sebagai bahan pertanggungjawaban nasional bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Ruang lingkup pengelolaan arsip statis dalam rangka menjamin keselamatan arsip statis sebagai bahan pertanggungjawaban nasional bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan dapat digambarkan seperti gambar berikut ini.

Gambar Ruang Lingkup Pengelolaan Arsip Statis

  1. Akuisisi

Tahap pertama pengelolaan arsip statis menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan dilaksanakan melalui kegiatan akuisisi arsip statis oleh lembaga kearsipan terhadap arsip statis yang diserahkan oleh pencipta arsip. Akuisisi arsip statis adalah proses penambahan khazanah arsip statis pada lembaga kearsipan yang dilaksanakan melalui kegiatan penyerahan arsip statis dan hak pengelolaannya dari pencipta arsip kepada lembaga kearsipan. Sesuai amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, arsip statis sebagai bukti pertanggungjawaban nasional bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara perlu dijamin keselamatan arsipnya, baik secara fisik maupun informasinya sehingga tidak mengalami kerusakan atau hilang. Lembaga kearsipan wajib melaksanakan akuisisi arsip statis dari lembaga negara, pemerintah daerah, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, perseorangan, satuan kerja, dan civitas akademika di lingkungan perguruan tinggi yang akan menyerahkan arsip statisnya, termasuk lembaga pendidikan swasta dan perusahaan swasta yang memperoleh anggaran negara atau bantuan luar negeri.

Pelaksanaan akuisisi arsip statis merupakan tindak lanjut dari hasil penelusuran arsip statis di lingkungan pencipta arsip oleh lembaga kearsipan sesuai wilayah kewenangannya. Oleh karena itu, akuisisi arsip statis harus dilakukan secara ketat, penuh tanggung jawab, dan dengan cara yang teratur guna mencegah penambahan khazanah arsip statis pada lembaga kearsipan di luar kendali, tingkat daerah provinsi, dan tingkat daerah.

  1. Prinsip

Dalam rangka menjamin khazanah arsip statis di lembaga kearsipan lebih efektif, akuisisi arsip statis perlu memperhatikan hal-hal mendasar yang terkait dengan prinsip dan strategi akuisisi arsip statis. 1) Akuisisi arsip statis dilakukan dengan cara penarikan arsip statis oleh lembaga kearsipan dari pencipta arsip ataupun serah terima arsip statis dari pencipta arsip kepada lembaga kearsipan. 2) Arsip statis yang akan diakuisisi ke lembaga kearsipan telah ditetapkan sebagai arsip statis melalui proses penilaian berdasarkan pedoman penilaian kriteria dan jenis arsip yang memiliki nilai guna sekunder dan telah dinyatakan selesai masa simpan dinamisnya. 3) Arsip statis yang diakuisisi dalam keadaan teratur dan terdaftar dengan baik sesuai dengan bentuk dan media. 4) Serah terima arsip statis dari hasil kegiatan akuisisi arsip statis wajib didokumentasikan melalui pembuatan naskah serah terima arsip yang berupa berita acara serah terima arsip statis, daftar arsip statis yang diserahkan berikut riwayat arsip, dan arsipnya. 5) Akuisisi arsip statis oleh lembaga kearsipan diikuti dengan peralihan tanggung jawab pengelolaannya.

  • Strategi akuisisi Setiap arsip statis yang akan diakuisisi merupakan tanggung jawab lembaga kearsipan. Kegiatan akuisisi arsip statis merupakan awal pelaksanaan pengelolaan arsip statis oleh lembaga kearsipan. Oleh karena itu, diperlukan strategi akuisisi arsip statis agar pelaksanaannya dapat berjalan sesuai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Strategi akuisisi arsip statis bertujuan 1) mengarahkan keseluruhan kegiatan sesuai dengan sasaran akuisisi arsip statis; 2) memberi batasan-batasan yang perlu dilakukan untuk memperoleh arsip statis; 3) mencegah terjadinya perolehan arsip yang tidak layak disimpan secara permanen; ) mengatur proses serah terima arsip antara pihak lembaga kearsipan dan pencipta arsip; 5) mengontrol keseluruhan penyelenggaraan kegiatan akuisisi. Strategi akuisisi arsip statis merupakan langkah koordinasi aktivitas berbagai tahapan dalam pelaksanaan akuisisi arsip yang tercantum dalam haluan akuisisi dan bertujuan memperoleh arsip statis guna menambah khazanah arsip statis di lembaga kearsipan.
  • Pelaksanaan akuisisi

Pelaksanaan akuisisi arsip statis merupakan rangkaian program kegiatan yang dimulai dari tahap pendataan, penilaian, dan serah terima arsip statis. Tahap pendataan arsip statis merupakan kegiatan untuk mengumpulkan serta mengidentifikasi informasi mengenai pencipta arsip yang memiliki nilai guna sekunder atau arsip statis yang sudah tidak diperlukan lagi secara langsung untuk penyelenggaraan kegiatan di lingkungan pencipta arsip. Tahap penilaian arsip statis merupakan proses penentuan status arsip yang akan diakuisisi. Pelaksanaan penilaian lembaga kearsipan dapat mengacu pada nilai guna arsip yang tercantum dalam jadwal retensi arsip (JRA) pencipta arsip. Tahap serah terima arsip statis oleh pencipta arsip kepada lembaga kearsipan sesuai wilayah kewenangannya yang merupakan proses akhir dari kegiatan akuisisi arsip statis terkait dengan peralihan tanggung jawab pengelolaan dan serah terima arsip statis dari pencipta arsip kepada lembaga kearsipan. Kegiatan serah terima arsip statis harus memperhatikan hal-hal berikut ini. 1) Arsip statis yang diserahkan oleh pencipta arsip kepada lembaga kearsipan harus merupakan arsip yang autentik, tepercaya, utuh, dan dapat digunakan. 2) Dalam hal arsip statis yang diserahkan tidak autentik, pencipta arsip melakukan autentikasi. 3) Apabila pencipta arsip tidak melakukan autentikasi, lembaga kearsipan berhak menolak penyerahan arsip statis. 4) Dalam hal arsip statis yang tidak diketahui penciptanya, autentikasi dilakukan oleh lembaga kearsipan.

Dalam melakukan serah terima arsip statis, terdapat beberapa persyaratan yang wajib diserahkan dan dilengkapi oleh pencipta arsip sebagai berikut.

  1. Arsip statis yang diserahkan (a) Fisik arsip mudah dikenali, baik bentuk dan media maupun kuantitas/jumlah arsip. (b) Fisik arsip sudah dalam keadaan tertata dan teratur dalam boks arsip ataupun media simpan lain sesuai bentuk dan media arsip. (c) Fisik arsip dalam boks ataupun media simpan lain sudah dilengkapi dengan identitas asal pencipta arsip, kurun waktu penciptaan arsip, nomor arsip, dan nomor boks.
  2. Daftar arsip statis yang diserahkan (a) Format ketikan dalam bentuk hardcopy. (b) Mempunyai identitas nama dan alamat asal pencipta arsip. (c) Memuat informasi sekurang-kurangnya mengenai nomor, seri/jenis, kurun waktu, jumlah, dan tingkat keaslian arsip. (d) Daftar arsip dibuat minimal rangkap dua, masing-masing disimpan oleh pencipta arsip dan lembaga kearsipan atau unit/satuan organisasi lain yang dianggap perlu (khusus akuisisi arsip statis di lingkungan pemerintahan daerah dan perguruan tinggi). (e) Diketahui/disetujui dan ditandatangani oleh pimpinan atau penanggung jawab pengelolaan arsip di lingkungan pencipta arsip.
  3. Berita acara serah terima arsip statis (a) Format naskah berita acara sesuai dengan aturan yang ditentukan. (b) Naskah apabila diperlukan dilengkapi dengan klausul perjanjian antara kedua pihak, khususnya mengenai hak akses arsip. (c) Naskah berjumlah rangkap dua, masing-masing disimpan oleh pihak yang menyerahkan arsip/pencipta arsip dan pihak yang menerima arsip, dalam hal ini adalah lembaga kearsipan. (d) Naskah kedua-duanya ditandatangani dengan tinta warna hitam oleh kedua belah pihak. (e) Naskah yang telah ditandatangani diberi cap dinas tanda pengenal yang sah dari pencipta arsip dan lembaga kearsipan.
  4. Riwayat administrasi dan arsip statis yang diserahkan Riwayat administrasi berkaitan dengan informasi singkat mengenai riwayat pencipta arsip. Bagi pencipta arsip berbentuk kelembagaan, riwayat informasi yang diperlukan antara lain adalah pembentukan dan perkembangan organisasi, pihak atau pimpinan/pejabat yang terlibat, struktur, fungsi, dan tugas organisasi. Bagi pencipta arsip perseorangan, informasi yang diperlukan adalah riwayat peranan yang pernah dilakukan oleh pencipta arsip yang bersangkutan. Riwayat arsip berkaitan dengan informasi singkat mengenai riwayat sistem penataan, kondisi, dan pengiriman arsip dari tempat penyimpanan ke lembaga kearsipan.
  5. Pengolahan

Tahap kedua pengelolaan arsip statis, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, dilaksanakan melalui kegiatan pengolahan arsip statis. Pengolahan arsip statis adalah proses pembuatan sarana bantu penemuan kembali arsip statis berdasarkan kaidahkaidah kearsipan melalui kegiatan deskripsi dan penataan arsip. Pengolahan arsip statis akan menghasilkan sarana bantu penemuan kembali arsip (finding aids). Jenis sarana bantu penemuan kembali arsip statis yang umum dihasilkan dalam rangka pengolahan arsip statis pada lembaga kearsipan itu berupa daftar arsip statis, inventaris arsip, dan guide arsip statis. Ketiga jenis sarana bantu penemuan kembali arsip statis ini digunakan oleh unit kerja penyimpanan dan layanan informasi arsip pada lembaga kearsipan dalam rangka akses dan layanan informasi kepada pengguna arsip (user). Ketersediaan sarana bantu penemuan kembali arsip statis sebagai hasil (output) dari kegiatan pengolahan arsip statis pada lembaga kearsipan merupakan salah satu prasyarat aksesibilitas arsip statis yang disimpan oleh lembaga kearsipan. Oleh karena itu, dalam rangka menjamin ketersediaan arsip statis untuk berbagai kepentingan, seperti kegiatan pemerintahan, penelitian, pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan serta penyebaran informasi arsip statis pada lembaga kearsipan, harus tersedia daftar arsip statis, inventaris arsip, dan guide arsip statis yang dilaksanakan melalui kegiatan pengolahan arsip statis.

  1. Prinsip
  2. Pengolahan arsip statis merupakan keseluruhan proses analisis pengorganisasian kelompok arsip statis melalui pemahaman asal usul dan aturan asli arsip statis serta arsip statis ditetapkan dalam fonds, seri, berkas, dan item dengan aturan yang melindungi dan mencerminkan pemahaman itu.
  3. Pengolahan arsip statis harus tetap setia mereproduksi dan mendokumentasikan susunan serta proses yang digunakan untuk menangkap (capture), menciptakan, mengolah, dan memelihara arsip selama digunakan oleh penciptanya.
  4. Pengolahan arsip statis diatur dengan prinsip respect des fonds. Prinsip respect des fonds terdiri atas dua konsep terkait, yaitu asal usul (provenance) dan aturan asli (original order). Asal usul mengacu pada ‘lembaga asal’ arsip (pencipta arsip); sedangkan aturan asli mengacu pada aturan dan pengorganisasian arsip yang diciptakan serta disimpan oleh lembaga asalnya. Penjelasannya sebagai berikut. a) Respect des fonds: respek terhadap pencipta arsip, termasuk pemeliharaan asal usul dan aturan asli. b) Asal usul (provenance): organisasi atau perseorangan yang membuat atau menerima, memelihara, dan menggunakan arsip dinamisnya. c) Aturan asli (original order): aturan terhadap arsip yang diciptakan, diolah, dan dipelihara.
  5. Prinsip-prinsip tersebut mensyaratkan lembaga kearsipan untuk mengolah arsip statis lembaga/organisasi yang berbeda secara terpisah dan memelihara aturan asli arsip statis yang diterima. Penerapan prinsip-prinsip tersebut sebagai berikut.
    1. Tidak menggabungkan arsip statis dari dua lembaga/organisasi. Arsip statis dari lembaga/organisasi yang berbeda harus dikelola terpisah meskipun lembaga/organisasi itu terlibat pada kegiatan yang sama atau memiliki orang-orang yang sama. Demikian pula arsip statis pribadi dari perseorangan yang berbeda tidak digabungkan meskipun individuindividu tersebut terkait atau mengalami peristiwa yang sama.
    1. Tidak mengolah kembali arsip statis yang sudah memperlihatkan aturan aslinya. Aturan asli arsip statis yang diterima tidak harus diolah kembali apabila aturannya jelas menggambarkan fungsi dan aktivitas pencipta arsip. Secara khusus, arsip statis tidak harus diolah berdasarkan subjek, tanggal, atau medianya jika tidak sesuai dengan aturan asli arsip ketika diciptakan.
    1. Mengidentifikasi level arsip statis sesuai dengan level hierarki pengaturan yang digunakan dalam pekerjaan kearsipan.
  6. Jika tidak ada cara untuk membedakan aturan apa pun dalam arsip statis atau jika arsip statis diolah secara sembarangan, lembaga kearsipan dapat menggunakan aturan artifisial (buatan) yang dapat mencerminkan semangat dan tujuan pencipta arsipnya serta memfasilitasi penggunaan arsip statis untuk penelitian.
  • Prosedur

Prosedur pengolahan arsip statis dalam rangka penyusunan sarana bantu penemuan kembali arsip statis (finding aids)dilakukan melalui tahapan kerja sebagai berikut: 1) identifikasi arsip; 2) penyusunan rencana teknis; 3) melaksanakan penelusuran sumber data; 4) penyusunan skema sementara pengaturan arsip; 5) rekonstruksi arsip; 6) deskripsi arsip statis; 7) manuver/penyatuan informasi arsip statis; 8) penyusunan skema definitif pengaturan arsip. 9) penomoran definitif; 10) manuver fisik dan penomoran arsip; 11) pemberian label arsip dan penataan dalam boks arsip; 12) penulisan draf sarana bantu penemuan arsip; 13) penilaian dan uji petik; 14) perbaikan atas hasil penilaian dan uji petik; 15) pengesahan daftar arsip statis.

  • Preservasi

Tahap ketiga pengelolaan arsip statis, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, dilaksanakan melalui kegiatan preservasi arsip statis. Preservasi adalah keseluruhan proses dan kerja dalam rangka perlindungan arsip statis terhadap kerusakan arsip atau unsur perusak dan restorasi/perbaikan bagian arsip yang rusak. Preservasi ditinjau dari tindakannya yang terdiri atas preservasi preventif dan preservasi kuratif. Menurut Ellis (1993), preservasi adalah tindakan yang memungkinkan bahan arsip dapat dipertahankan dalam jangka waktu lama melalui kegiatan penyimpanan, perlindungan, dan pemeliharaan arsip statis di lembaga kearsipan. Walne (1988) mendefinisikan preservasi sebagai proses perlindungan arsip dari kerusakan ataupun penurunan daya tahan serta tindakan perbaikan terhadap arsip yang mengalami kerusakan atau penurunan. Sementara itu, menurut Bellardo (1992), yang termasuk dalam kegiatan preservasi adalah memindahkan informasi arsip yang terekam dalam suatu media ke media lainnya, misalnya ke microfilm.

Preservasi arsip statis secara umum bertujuan melindungi fisik dan informasi arsip statis agar memiliki ketahanan yang optimal serta menghindarkan kerusakan sehingga fisik dan informasi yang dikandungnya dapat terlindungi selama mungkin atau lestari. Preservasi arsip statis meliputi kegiatan berikut:

  1. pemeliharaan dan penjagaan arsip statis terhadap berbagai faktor perusak arsip, baik yang diakibatkan oleh faktor internal maupun faktor eksternal (tindakan yang bersifat pencegahan atau preventif);
    1. perawatan dan perbaikan terhadap arsip statis apabila suatu waktu terjadi kerusakan (tindakan yang bersifat kuratif atau korektif);
    1. pengamanan dan perlindungan terutama terhadap informasi yang terkandung dalam arsip statis.

Selain istilah “preservasi”, istilah lain yang sering digunakan untuk merujuk kegiatan yang berkaitan dengan pelestarian arsip statis pada lembaga kearsipan adalah istilah “konservasi arsip” (conservation). Dalam konteks penyelenggaraan kearsipan di Indonesia, konsep “konservasi arsip” merupakan bagian dari “preservasi arsip”. Menurut Ellis (1993), konservasi adalah proses dari preservasi secara fisik terhadap media rekam asli arsip. Dalam pelaksanaannya, konservasi ini menyangkut dua hal, yaitu konservasi yang bersifat pencegahan (preventive conservation) dan konservasi yang bersifat perbaikan (restoration conservation). Secara alami, keberadaan media arsip statis di lembaga kearsipan akan mengalami proses penurunan daya tahan jika disimpan dalam jangka waktu lama. Kertas sebagai salah satu media perekam informasi arsip statis merupakan bahan organik yang dapat terurai seiring dengan berjalannya waktu. Demikian pula arsip statis jenis lainnya, seperti arsip foto, film, video, rekaman suara, memiliki risiko kerusakan karena mengandung bahan-bahan yang tidak stabil. Proses penurunan daya tahan terhadap media arsip statis di lembaga kearsipan akan terus berjalan dan sering tidak diketahui dan tidak mampu untuk dicegah sampai ditemukan perubahan pada fisik arsip. Oleh karena itu, upaya yang dapat dilakukan adalah memperlambat dan mengurangi kerusakan yang terjadi serta menjamin arsip tersimpan dalam lingkungan yang aman.

Lembaga kearsipan yang memiliki tugas, fungsi, dan tanggung jawab di bidang pengelolaan arsip statis harus memiliki komitmen untuk menjamin keselamatan dan kelestarian arsip statis. Pimpinan lembaga kearsipan wajib memberikan bukti komitmennya dalam bentuk kebijakan preservasi arsip statis dalam penyusunan dan implementasi sistem manajemen preservasi secara efektif dan berkesinambungan. Namun demikian, preservasi arsip statis pada lembaga kearsipan bukanlah tugas yang mudah. Preservasi arsip statis yang dilakukan di seluruh dunia menghadapi masalah yang serius karena kerusakan yang disebabkan oleh berbagai faktor perusak. Sumber kerusakan arsip statis dapat berasal dari faktor internal dan eksternal. Faktor perusak internal dapat disebabkan oleh penyusun bahan dasar arsip itu sendiri, di antaranya penggunaan bahan-bahan yang berbahaya dalam proses pembuatan bahan dasar arsip (misalnya lignin dan alum rosin) serta penggunaan tinta yang bersifat asam. Faktor perusak eksternal dapat disebabkan oleh lingkungan tempat arsip statis disimpan, seperti suhu dan kelembapan yang tidak stabil, sinar ultraviolet, polusi udara, hama perusak arsip statis (seperti jamur/kapang, serangga, dan binatang pengerat), serta faktor manusia (seperti ketidakpedulian ketika menangani arsip dan pencurian). Upaya melindungi arsip statis terhadap kerusakan arsip yang disebabkan oleh berbagai faktor perusak dilakukan melalui kegiatan preservasi arsip statis, baik secara preventif maupun kuratif.

  1. Kebijakan preservasi

Kebijakan preservasi arsip statis yang ditetapkan oleh pimpinan lembaga kearsipan sangat diperlukan karena merupakan kerangka kerja untuk tetap mempertahankan arsip dalam keadaan optimal sehingga arsip memiliki kesempatan terbaik untuk tetap bertahan dalam jangka waktu yang lama. Kebijakan preservasi arsip statis juga merupakan pernyataan mengenai ketentuan-ketentuan preservasi secara garis besar yang dibuat oleh pemegang kebijakan lembaga kearsipan. Prinsip-prinsip dalam menentukan kebijakan preservasi arsip statis pada lembaga kearsipan sebagai berikut. 1) Arsip statis harus dilestarikan selamanya. 2) Semua aspek dari format asli meliputi nilai kesejarahan, teks, gambar, dan keadaan fisik lainnya tetap dilestarikan. 3) Tindakan preservasi preventif dilakukan untuk mencegah dan mengurangi semua efek kerusakan pada arsip statis. 4) Tindakan preservasi kuratif dilakukan terhadap arsip yang teridentifikasi mengalami kerusakan arsip dan terhadap arsip yang sudah diprioritaskan untuk pemulihannya. 5) Semua tindakan di atas dilakukan secara profesional sesuai standar.

  • Metode preservasi

Metode preservasi arsip statis di lembaga kearsipan harus menyangkut pada dua jenis presrvasi arsip, yaitu preservasi yang bersifat preventif atau pencegahan (preventive preservation) serta preservasi yang bersifat perbaikan (curative/restoration preservation). Preservasi preventif adalah preservasi yang bersifat pencegahan terhadap kerusakan arsip statis melalui penyediaan prasarana dan sarana, perlindungan, pemeliharaan, serta pembatasan akses arsip statis. Sementara itu, reservasi kuratif adalah preservasi yang bersifat perbaikan/perawatan terhadap arsip statis yang rusak atau kondisinya memburuk sehingga dapat memperpanjang usia arsip statis di lembaga kearsipan. Penerapan preservasi arsip statis dengan metode preventif dan kuratif di lembaga kearsipan sesuai dengan amanat Pasal 60 ayat (1) dan (2) Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan yang menyebutkan bahwa preservasi arsip statis dilakukan untuk menjamin keselamatan dan kelestarian arsip statis. Preservasi arsip statis dilakukan secara preventif dan kuratif. Untuk efektivitas dan efisiensi, sebaiknya dalam implementasi program preservasi arsip statis, lembaga kearsipan harus mengutamakan preservasi yang bersifat preventif atau pencegahan karena jika arsip statis telanjur rusak akan sangat sulit untuk mengembalikannya ke keadaan semula serta informasi yang terkandung di dalam arsip statis tidak dapat digunakan. Tindakan preservasi arsip statis secara kuratif di lembaga kearsipan harus dilakukan sesegera mungkin terhadap arsip statis yang telah mengalami kerusakan dengan cara perbaikan. Teknik perbaikan/perawatan/restorasi yang digunakan tergantung dari jenis media dan jenis kerusakan yang terjadi pada arsip statis. Untuk melakukan tindakan preservasi secara kuratif, lembaga kearsipan membutuhkan ruangan, peralatan, dan petugas yang ahli serta pendukung lain sesuai dengan karakter arsip statis yang ditangani.

  • Akses

Tahap keempat pengelolaan arsip statis, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, dilaksanakan melalui kegiatan akses arsip statis. Akses arsip adalah ketersediaan arsip sebagai hasil dari kewenangan hukum dan otorisasi legal serta keberadaan sarana bantu untuk mempermudah penemuan dan pemanfaatan arsip. Adelman dan Elliot dalam Hikmat (1999: 35) menjelaskan akses sebagai cakupan pelayanan bagi kelompok-kelompok masyarakat dalam menggunakan pelayanan publik. Secara khusus, mereka menambahkan kelompok-kelompok mana yang harus tercakup (beneficieries) dalam pelayanan dan mana yang tidak baik. Pilihan ini merupakan dilema-dilema yang khas (akses, daya tanggap, profesionalisme, dan keefektifan) yang menghadang para administrator pelayanan kearsipan ketika mereka berhadapan dengan pengguna arsip. Kata akses (kemudahan) biasanya dilengkapi dengan kata abilitas (kemampuan) sehingga menjadi kata aksesibilitas. Aksesibilitas merupakan istilah umum yang dipergunakan untuk menggambarkan seberapa mudah orang mendapatkan sesuatu, mempergunakannya dan memahaminya, serta seberapa mudah sesuatu bisa dipergunakan oleh pengguna dengan tipe tertentu (Rosmilawati, 2005: 5).

Akses dalam kearsipan adalah ketersediaan arsip untuk dibaca sebagai akibat ketentuan hukum yang berlaku dan tersedianya sarana penemuan arsip. Ini juga berarti tersedianya izin untuk membaca arsip atau manuskrip atau kesempatan yang diberikan untuk memperoleh arsip/informasi yang demi pertimbangan keamanan masih dinyatakan tertutup atau yang penggunanya masih dibatasi secara administratif. Walne (1989: 15) mendefinisikan akses sebagai kesempatan untuk menggunakan arsip sebagai akibat berlakunya peraturan perundangan dan tersedianya sarana penemuan kembali arsip. Akses dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah acces, sedangkan dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah openbaarheid. Namun, openbaarheid ini tidak secara otomatis berlaku. Ia harus didampingi dengan toegankelijkheid (Rijksarcheifscool, 1975: 17 dalam Utomo, 1994: 4). Dengan telah disediakannya toegankelijkheid, ini berarti setiap arsip statis yang disimpan sudah ada jalan masuk atau sarana penemuan kembali (finding aids).

Sumber: Azmi, M. S. Pengelolaan Arsip Statis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *